welcome to my blog guys :)

this is my blog. everything i like, i'll shared in here :)

Kamis, 01 November 2012

PAPER ILMIAH " TAWURAN PELAJAR"


TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIASA
ERY FAIDA
2010-33-054
5B/PGSD

Sebuah Pengantar,
“Tawuran.” Ya, satu kata yang saat ini sedang marak-maraknya di media massa. Begitu banyak siaran di televisi menanyangkan berita tentang aksi kekerasan yang menyenggol nama pendidikan. Kita tahu sekarang ini, dalam setahun kasus tawuran meningkat hampir 95% sejak tahun 2002-2011. Hal ini sangat tragis sekali karena tawuran tersebut melibatkan anak-anak muda yang mempunyai intelektual tinggi yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa tidak lagi bisa untuk diunggulkan karena mereka lebih menonjolkan sikap egosentrisme pada diri mereka.
Pada zaman ini, tawuran bagi para pelajar sudah bisa dikatakan menjadi trend, kebanggaan, tradisi atau bahkan membudaya. Kebanyakan pelaku tawuran adalah para pelajar SMA dan mahasiswa. Baik usia SMA maupun mahasiswa, kita tahu bahwa dari segi usia masih terbilang sangat labil, terutama SMA. Mereka sering mengalami periode yang sangat berpotensi untuk menimbulkan masalah dan luapan emosi sehingga kelakuan mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu aksesnya yaitu “tawuran”
Tawuran pelajar atau mahasiswa dapat terjadi di mana saja, sperti di jalan-jalan, di sekolah, di Universitas mereka, bahkan di perumahan warga. Tidak ada tawuran yang menguntungkan, semua aksi tawuran merugikan. Misalnya saja, tawuran terjadi di perumahan warga, maka akan mengganggu ketenangan warga. Dan apabila tawuran terjadi di jaln raya, akan menimbulkan macet dan pasti akan merusak properti jalan. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.
Salah satu kasus yang lagi nge-booming adalah tawuran antara SMA 6 dan SMA 70. Meskipun dari beberapa sumber berita menyebutkan bahwa tawuran hanya berlangsung 15 menit saja, tetapi tawuran tersebut memakan satu seorang nyawa. Dia bernama Alawy. Dia baru duduk di kelas X. Alawy terkena bacok di bagian dada. Sayang sekali, nyawanya tak terselamatkan saat dibawa lari menuju rumah sakit. Kasus Alawy ini menambah panjang korban tawuran yang terjadi. Hingga bulan September ini, dan korban yang meninggal akibat tawuran mencapai 26 orang termasuk Alawy.
Kita semua juga sudah tahu tawuran antara SMA 6 dan SMA 70 itu sudah menjadi warisan yang ditinggalkan dari kakak alumni yang mereka. Seperti tidak ada rantai putus untuk mengakhiri warisan dari kakak kelas mereka. Tetapi apakah benar tidak ada jalan lain yang digunakan untuk mengakhiri perseteruan antar dua kelompok sekolah tersebut ?
Jika kita amati, kasus tawuran pelajar antar SMA 6 dan SMA 70 itu hanya segelintir kasus tawuran yang terjadi di Indonesia. Pada 2011, terjadi 139 kasus tawuran antarpelajar. Sebanyak 36 pelajar tewas dalam serangkaian kasus tawuran tersebut. Di tahun 2012 hingga bulan September ini, sudah terjadi 127 kasus tawuran antarpelajar. Sementara jumlah pelajar yang tewas mencapai 26 orang.
Kemarin saja misalnya, pada tanggal 30 Agustus 2012 terjadi tawuran antara pelajar SMKM Bogor dan SMK 39 di Klender yang juga mengakibatkan seorang pelajar tewas. Padahal sehari sebelumnya tanggal 29 Agustus 2012 juga terjadi tawuran antara SMP 6 Buaran Klender dengan SMA Kartika di Bintaro.
Beberapa kasus diatas adalah kasus tawuran yang terjadi pada pelajar SMA. Belum lagi kasus para mahasiswa, yang seharusnya menjadi contoh untuk adik-adik mereka juga tak kalah hebohnya. Beberapa hari kemarin tepatnya tanggal 10 Oktober 2012 dalam sehari tercatat ada 2 kasus tawuran tingkat mahasiswa. Yaitu kasus tawuran antara Fakultas Teknik dan Fakultas Seni di Universitas Negeri Makassar (UNM) serta kasus tawuran antara Fakultas Bahasa dan Fakultas MIPA di Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STIK) Muhammadiyah.
Apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita ? Ternyata tawuran para mahasiswa pun juga ikut meramaikan catatan suram di dunia pendidikan. Tak tanggung-tanggung, dalam peristiwa tawuran itupun juga menelan korban jiwa. Apalagi di UNM telah ditemukan banyak senjata tajam dan ganja di ruang-ruang kelas mereka. Dua buah motorpun dibakar hangus sampai rusak total. Sampai-sampai rektor dari UNM membuat kebijakan untuk meliburkan perkuliahan selama tiga hari karena takut ada insiden susulan.
Insiden bermula saat seorang mahasiswa jurusan Teknik yang menjadi korban hingga tewas itu duduk di area jurusan Seni. Tiba-tiba sekelompok mahasiswa datang dan mengeroyok korban hingga raut wajahnya hancur dan bibirnya sobek. Saat dibawa ke Rumah Sakit, nyawanya tidak tertolong. Teman sejawat dari jurusan Teknik melakukan pembalasan dengan datang menggunakan senjata tajam dan terjadilah baku hantam antara dua jurusan tersebut. Insiden tersebut berlangsung sekitar 2 jam.
Di lain tempat, ada sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan yang juga terjadi tawuran antara 2 fakultas. Herannya, Sekolah Tinggi tersebut didirikan untuk mencetak tenaga kependidikan alias guru yang profesional. Tetapi apakah pantas seorang calon guru tersebut berkelakuan seperti itu ?
Dari beberapa kasus tawuran diatas kita pasti berpikir. Apa sih enaknya tawuran? Toh itu jelas merugikan semua pihak kan? Mengapa juga para pelajar dan mahasiswa itu sering tawuran ketimbang memilih jalan damai? Apa ada yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia? Dimana peran sekolah ? Lalu, apa ada jalan untuk mencegah tawuran itu agar tidak terulang kembali ?
Memahami arti “Tawuran”
Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tawuran” itu dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Dalam aplikasinya tentang kasus tawuran pelajar yang saat ini sedang nge-booming, tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja(Juvenile Deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.
Delikuensi Situasional yaitu perkelahian terjadi kerena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara tepat. Contohnya saja adalah tawuran di UNM, antara Fakultas Teknik dan Fakultas Seni. Gara-gara teman mereka yaitu dari Fakultas Teknik dihajar dan dikeroyok oleh Fakultas Seni, lalu dengan sigap teman sejawat yang datang dari Fakultas Teknik langsung menyerbu balik Fakultas Seni dan terjadilah baku hantam. Disini dapat dilihat, betapa sigapnya Fakultas Teknik untuk menyerbu Fakultas Seni karena mereka tidak berpikir panjang dan situasi tersebut mengharuskan mereka untuk berkelahi.
Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian berada di dalam suatu organisasi tertentu atau genk. Disini ada aturan, norma, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti oleh anggotsnya termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui pada masa remaja akan cenderung sebuah genk yang mana dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya. Contohnya pada paparan diatas, kasus tawuran pelajar antara SMA 6 dan SMA 70. Genk terbentuk dari sekelompok remaja yang terbiasa berkumpul bersama. SMA, adalah salah satu fasilitas terbentuknya genk-genk tersebut. dan seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa tawuran antara SMA 6 dan SMA 70 sudah merupakan warisan yang ditinggal oleh kakak alumni mereka. Misalnya pada SMA 6, mereka meninggalkan sesuatu yang bisa dibilang adalah aturan ataupun hukum, bahwa sampai kapanpun musuh mereka adalah SMA 70 dan begitu sebaliknya.
Banyak Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran
Sebagai anak muda, memang tidak puas kalau menyelesaikan masalah dengan tawuran. Mereka enggan sekali berdamai dengan musuh mereka. Gengsi bagi mereka lebih diutamakan. Tidak pandang bulu memang. Baik anak yang berprestasi, rajin, bahkan anak berbakat pun juga sering ikut tawuran. Remaja memang sulit sekali berpikir secara rasional.
Menurut teori, banyak sekali memang faktor yang menyebabkan mereka lebih mengutamakan tawuran dibanding jalan untuk berdamai. Faktor tersebut bisa dari dalam diri mereka(internal) dan dari luar diri mereka(eksternal).
  1. Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
  1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
  1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan  yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak. Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.
  1. Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan  para siswa pandai secara akademik namun juga pandai secara akhlaknya. Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya  disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
  1. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
  1. Tekanan Kelompok Sebaya
Tekanan kelompok sebaya berpengaruh kuat terhadap terjadinya tawuran antar pelajar. Semua remaja pasti merasa cemas jika di tolak oleh lingkungannya. Sehingga remaja tersebut berusaha untuk mencari persetujuan dari kelompoknya dengan berbagai cara yang dapat di gunakan, walaupun cara tersebut salah.
Remaja sangat peka terhadap nilai- nilai kelompok sebaya dalam penampilan, prilaku, dan sikap. Jarang seorang remaja yang memiliki kemauan ego yang kuat berdiri teguh, terpisah dari nilai-nilai kelompok sebayanya. Suasana hatinya sebagian besar dari perjuangan terus menerus untuk memenangkan peperangan itu dan untuk berada dalam persetujuan kelompok sebayanya. Di kalangan remaja tawuran antar pelajar biasanya di gunakan untuk menunjukkan siapa diantara mereka yang terkuat, baik itu antara individu dan kelompok. Oleh karena itu remaja rawan terhadap tawuran antar pelajar.
Dari beberapa faktor penyebab tawuran diatas, dapat dijabarkan lagi menurut fakta dilapangan sekarang, yaitu :
  1. Pendidikan Agama dinilai gagal, atau setidaknya belum mampu secara maksimal dimanfaatkan sekolah untuk membentuk watak dan perilaku siswa sesuai dengan harapan. Belakangan Mendikbud, Muhammad Nuh, menyatakan akan memperbanyak penilaian aspek afektif siswa dari pada aspek kognitifnya, semoga pernyataan ini segera dapat diwujudkan.
  2. Tawuran disebabkan oleh kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga guru hanya berpikir untuk mencapai target pengajaran, lalu lupa memoles sisi spiritualitas dan moralitas siswa. Barangkali saat ini orang akan mengaitkan masalah ini dengan tuntutan sertifikasi 24 jam yang diwajibkan kepada guru. Para guru bukannya dituntut kualitas mengajarnya, melainkan kuantitasnya. Maka tidak heran kalau kemudian yang dipenuhi guru juga adalah aspek kuantitasnya.
  3. Tawuran disebabkan oleh faktor lingkungan atau budaya sosial yang tidak baik. Seperti yang disampaikan oleh wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim, bahwa kondisi sosial sangat berperan dalam membentuk budaya siswa. Setidaknya demostrasi yang sering berujung pada bentrokan, seperti yang sering dipertontonkan di berbagai media, merupakan sesuatu yang tidak cocok untuk perkembangan emosional remaja. Banyak sedikit mereka akan terpola dengan budaya sosial yang tidak sehat ini dan mengemasnya dalam bentuk tawuran antar pelajar.
  4. Menurut pandangan para psikolog, tawuran dipicu oleh emosional para siswa yang masih labih dan mencari jati diri. Mereka mudah terpancing oleh stimulus negatif yang ada di sekitarnya, merasa tercabik harga dirinya jika tidak mengadakan perlawanan terhadap orang yang merendahkannya, dan ada perasaan bangga  atau hebat jika dia mampu membuat orang lain yang dianggap lawannya tertekan karena perlawannya.
  5. Ada juga yang menilai bahwa tawuran boleh jadi disebabkan karena maraknya kasus bullying di sekolah. Seperti ditegaskan Jusuf Kalla, bullying dapat berpotensi menjadi pemicu tawuran. Ini memang benar adanya, bullying bisa saja memunculkan dendam siswa jenior kepada siswa senior yang boleh jadi memanfaatkan rekan-rekannya di sekolah lain untuk melakukan balas dendam.
  6. Penyebab tawuran adalah karena lemahnya pembinaan moral dan mentalitas anak dalam keluarga. Bahwa pendidikan dan pembinaan akhlak dalam keluarga kurang berjalan baik karena sebagian besar orang tua sibuk kerja di luar rumah dari pagi sampai sore, bahkan hingga malam. Kelupaan orang tua di rumah kemudian berdampak kepada kurangnya perhatian kepada anak, sehingga mentalitas mereka tidak terbentuk dengan baik.
  7. Penyebab tawuran juga bisa dikarenakan semakin melemahnya upaya pembentukan moral siswa oleh guru, lantaran ketakutan mereka terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dampaknya, banyak guru yang terkesan membiarkan siswa yang terlihat nakal. Akhirnya mereka ini secara moral tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang mudah terseret berbagai kasus penyimpangan.
Dengan adanya faktor-faktor yang cukup jelas tersebut, memungkinkan bahwa remaja sangat sulit untuk move on dari yang namanya “tawuran”. Tapi jika kita berpikir ulang, dimana peran sekolah ? Pendidikan karakter yang selama ini digembar-gemborkan oleh semua pihak lembaga akademisi gigit jari dengan maraknya tawuran yang saat ini terjadi.
Terbukti sekarang, kebijakan pemerintah tentang pendidikan dinilai gagal. Pemerintah selalu mengedepankan aspek akademik bagi peserta didik. Semua potensi pendidikan hanya diarahkan untuk mengejar nilai ujian. Pendidikan karakter yang diberikan rasanya hanya sebagai angin lalu saja. Tak ada manfaatnya jika pemerintah masih bersikuku seperti itu.
Banyak fakta dilapangan, misalnya ada anak yang mendapat nilai jelek pada waktu ujian, pasti dia akan menerima cap bahwa dia “bodoh”. Sehingga pada implikasinya, mereka bisa melampiaskan dengan emosi semata. Sekarang kita memetik kebijakan pemerintah yang selama ini dibuat. Memetik hasil buah yang pahit.  
Para remaja yang harusnya menjadi generasi muda tidak lagi bisa diandalkan. Pasalnya saja, mereka harusnya bertindak sebagai pemersatu bangsa, bahasa dan budaya bangsa kita. tetapi pada kenyataanya mereka malah membudayakan aksi tawuran. Sungguh ironis sekali.
Peran Sekolah
Sekolah sebagai tempat menimba ilmu. Sekolah sebagai tempat bersosialisasi, dan sebagai pemahaman terhadap lintas budaya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ke depan diharapkan agar lebih mengedepankan pembentukan moral, di samping pembentukan intelektual.
Banyak terjadi, bahwa dengan adanya UU terhadap perlindungan anak dan pelanggaran HAM, guru enggan menegakkan kedisiplinan siswa. Misalnya saja, ada anak yang terlambat masuk sekolah hanya dibiarkan saja. Tanpa adanya hukuman walaupun itu ringan. Dulu, kedisiplinan sangat ditegakkan. Guru menjewer anak didiknya, menyuruh siswa berdiri di depan kelas adalah hal yang sangat biasa. Tetapi sekarang, guru hanya menjewer anak didiknya pun harus terkena kasus hukum lantaran penegakan UU Perlindungan Anak. Lalu bagaimana cara guru mendisiplinkan anak didiknya ?
Mungkin hal tersebut harus menjadi renungan bagi pemerintah. Memang perlu dikaji ulang, apakah ketentuan, peraturan dan kebijakan yang selama ini di buat mempunyai dampak positif terhadap moral pendidikan anak bangsa ?
Sekolah bisa lebih meningkatkan lagi pemahaman tentang lintas budaya. Karena dengan adanya lintas budaya, maka para siswa tersebut bisa melakukan interaksi sosial dengan kelompok lain. Penanaman pemahaman lintas budaya yang benar, maka akan meminimalisir terjadinya bentrokan, tawuran antar sesama pelajar, karena dalamnya terdapat cara-cara bersosialisisasi yang baik antara kelompok lain.
Selain itu, ada beberapa cara yang dilakukan sekolah dalam berperan mencegah tawuran anak didiknya tersebut. Cara-cara itu antara lain :
  1. Meneyelanggararakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika, dan berkeyakinan kepada Tuhan.
  2. Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola penanggulangan dan penanganan kasus. Ada abaiknya diadakan pertandingan atau cara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara “tradisional bermusuhan itu”
  3. Memberikan pendidikan moral yang lebih untuk para pelajar, karena sejatinya guru bukan hanya mengajar pengetahuan kepada para siswa melainkan juga mendidik moral dan kelakuan para siswanya.
  4. Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar, seperti hadirnya seorang guru, orang tua, teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik.
  5. Memberikan perhatian lebih untuk para pelajar remaja yang sebenarnya dalam proses pencarian jati diri.
  6. Memfasilitasi pelajar baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya seperti membentuk ikatan remaja masjid atau karang taruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuker di sekolahnya.
Meminimalisir Tawuran                          
Kita memang tahu, mencegah atau menghentikan aksi tawuran memang sangat sulit sekali, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, setidaknya tawuran itu dapat diminimalisir. Upaya meminilamisir tawuran dapat mencegah rentetan kasus tawuran dan mencegah adanya koraban berjatuhan lagi.
Siapa yang dapat meminimalisir tawuran ? pasti jawabannya dari diri mereka sendiri. Kalau diri mereka sadar akan sanga meruginya tawuran itu, pasti mereka tidak akan melakukannya. Lalu, siapa yang bertugas untuk menyadarkannya ? disini keluargalah yang paling penting untuk memberikan kontrol diri bagi siswa selain sekolah. Dibawah ini adalah cara-cara untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir tindakan tawuran itu.
Dalam lingkungan keluarga :
  1. Mengasuh anak yang baik, penuh kasih sayang.
  2. Menanamkan kedisiplinan yang baik.
  3. Mengajarkan hal yang baik dan buruk.
  4. Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab.
  5. Mengembangkan harg diri anak, mengahrgai jika berbuat atau mencapai prestasi tertentu.
  6. Menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat. Hal ini dapat membuat anak rindu untuk pulang ke rumah
  7. Meluangkan waktu yang lebih bersama keluarga
  8. Orang tua tidak menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan perilaku agresif seperti memukul, mneghina dan mencemooh.
  9. Memperkuat kehidupan beragama.
  10. Memperkuat nilai moral  yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  11. Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok dengan usianya.
  12. Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak memiliki keterampilan sosial yang baik. karena kegagalam remaja dalam emngasai keterapilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif(misalnya sosial dan anti-sosial). Bahkan lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan dsb.
Peran LSM dan Aparat Kepolisian
LSM disini melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah mengenai dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat menanggulangi tawuran. Aparat kepolisian juga andil dalam menganggukangi tawuran dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan melakukan razia terhadap siswa yang membawa senjata tajam.
Melalui beberapa serentetan cara diatas, berharap tawuran pelajar yang sekarang lagi ngebooming dapat di mininalisir.

REFERENSI

Buchori. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru

Purwanto, Ngalim. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosidakarya
Rohman, Arif. 2004. Sosiologi. Klaten : Saka Mitra Kompetensi

Rabu, 04 Juli 2012

ARTIKEL PENGUSAHA KERUPUK 'LALA'


BANGKIT DARI KEBANGKRUTAN
USAHA KRUPUK LALA
ERY FAIDA
2010-33-054

Seseorang yang telah memutuskan untuk menjadi pelaku usaha meskipun dalam skala kecil dapat disebut sebagai wirausahawan. Menurut The American Heritage Dictionary, Wirausahawan (enterpreanure) didefinisikan dengan seorang yang mengorganisasikan, mengoperasikan dan memperhitungkan resiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Sebagai seorang pelaku usaha atau wirausahawan maka ia juga perlu mengembangkan jiwa kewirausahawan.
Menjadi seorang pengusaha memang tidak mudah. Banyak seorang usahan yang memulai usahanya dari no, hingga menjadi sukses. Tetapi, menjadi seorang usahawan juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada rintangan yang dihadapi untuk menjadi seorang usahahawan yang sukses.
Salah satu contoh usahanya adalah dalam bidang makanan. Ya, siapa sih yang tidak membutuhkan makanan. Bahkan anak kecil pun pasti membutuhkan banyak makanan. Semua jenis makanan pasti bisa untuk dijadikan makanan. Bila banyak orang yang menjadikan makanan khas baik lokal maupun dari luar negeri, kita bisa mengambil makanan yang sekiranya bisa untuk dijadikan bisnis yang sukses. Contohnya adalah Kerupuk Lala.
Krupuk lala. Ya, siapa yang tidak kenal dengan makanan ringan tersebut. Menurut Wikipedia (2012), kerupuk kedelai adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak.
Cara membuat krupuk kedelai pun cukup mudah. Saya rasa, semua orang bisa membuat kerupuk kedelai sendiri dirumah. Tetapi, karena memang agak sedikit ribet, jadi proses pembuatan krupuk kedelai memang membutuhkan kesabaran karena proses pembuatan krupuk tidak sekali langsung jadi (Faida, 2012).
Bahan utamanya yaitu tepung tapioka, tepung terigu, dan tepung ketan dicampur dengan bumbu rempah-rempah serta kedelai yang sebelumnya sudah direndam dahulu dengan air dan sudah dipotong-potong. Setelah adonan selesai, dijemur selema beberapa hari dan siap untuk digoreng.
Krupuk kedelai atau yang lebih populer disebut sebagai krupuk lala tersebut membuat semua orang pasti pernah mendengar bahkan sangat suka dengan makanan ringan tersebut. Entah itu dibuat camilan santai ataupun pendamping saat makan. Rasa krupuk lala  yang renyah dan gurih serta murah membuat semua orang doyan memakannya. Untuk mendapatkan krupuk lala pun juga tak perlu susah-susah pergi ke desa untuk membelinya. Sekarang krupuk lala juga tersebar di kota-kota besar. Dari anak kecil sampai orang tua, dari yang miskin dan yang kaya suka dengan krupuk lala.
Melihat situasi itulah yang membuat seorang anak muda yang masih duduk di bangku kuliah di Universitas Muria Kudus semester 4 tersebut untuk terjun ke bisnis krupuk lala. Sebut saja namanya si Alvi. Rumah si Alvi juga termasuk masih pedesaan karena jauh dari perkotaan.
Anehnya, walaupun dia tidak mengambil jurusan yang sejalan seperti bisnisnya saat ini, dia sangat pintar dan lihai dalam hal membaca situasi pasar serta marktingnya. Biasanya, untuk para pengusaha atau pebisnis seperti dia, pasti mengambil jurusan Ekonomi atau Manajemen. Tetapi tidak dengan anak muda yang satu itu. Dia mengambil jurusan Sistem Informasi yang otomatis berkaitan dengan teknologi, bukan berkaitan dengan bisnis. Menurut wawancara yang saya lakukan, (Faida, 2012) dia berkata :
“saya tidak ingin cakap dalam satu bidang saja. Saya ingin menguasai seluruh bidang yang menurutnya dia mampu. Percuma mempunyai pikiran yang sehat kalau tidak diasah dengan hal lain.”
Tidak sia-sia ayahnya mengajarkan dunia bisnis krupuk padanya. Sejak kecil, tepatnya pada waktu SD, ayahnya sudah mengajarkannya tentang kedisiplinan, susahnya mencari uang, hingga pada akhirnya ayahnya mengenalkan usaha krupuk lala yang sudah ayahnya bina bertahun-tahun.
Sebanarnya Alvi mempunyai kakak laki-laki dan perempuan. Tetapi entah mengapa, kakak-kakaknya tersebut merasa “ogah” untuk meneruskan bisnis ayahnya tersebut menjadi pebisnis krupuk lala. Tetapi bagi Alvi, bisnis kerupuk itu sangat menguntungkan dengan melihat situasi pasar seperti sekarang ini. Sehingga dari ketiga anak ayahnya, hanya Alvi yang berani meneruskan usaha krupuk tersebut. pada waktu si Alvi duduk di bangku SMP, ayahnya mewariskan seluruh usaha krupurk tersebut kepada Alvi karena ayahnya merasa di sudah bisa untuk diajak berbisnis dan mengandalikan usaha ayahnya dengan baik. Begitu hebat, anak SMP sudah memegang bisnis krupuk sendiri.
Sementara pada umumnya anak muda merasa enggan untuk berbisnis, apalagi bisnis krupuk, Alvi malah merasa bisnis krupuk adalah hal yang wajar. Sejak SMP itu, Alvi dijuluki krupok. Tak ada teman yang memanggilnya dengan nama aslinya. Tetapi Alvi cuek saja dengan hal tersebut.
Usaha yang dimulai sudah sekian lama itu tidak lepas dari lika liku seorang pebisnis. Tapi bagi seorang Alvi, itu hanya tantangan dan resiko semata. Berbagai hambatan datang. Karena sudah terbiasa dengan hal-hal yang menghambat produksi krupuk lala tersebut, Alvi sudah mempunyai siasat sendiri.
Misalnya, pada waktu kenaikan BBM. Kalau bicara BBM naik, pasti semua bahan-bahan makanan juga pasti naik. Untuk itu, Alvi bersiasat sendiri untuk memasok bahan-bahan yang kiranya tahan lama untuk persediaan beberapa minggu kedepan. Tetapi untuk proses penyetoran ke daerah luar kota itu memang tabisa dihindari. BBM naik tapi harus tetap menyetor keluar kota. Tetapi walaupun demikian, Alvi tidak akan menaikkan harga krupuknya yang sudah terkenal dimaan-mana itu.Alvi tak ingin menegcewakan para pelanggannya yang ada diluar daerah. walaupun mendapat untung yang sedikit, Alvi tetap menerimanya.
Belum lagi pada waktu musim penghujan. Bagi pengusaha krupuk, tidak akan lepas dari peran sinar matahari untuk menjemur adonan krupuk sampai kering. Tapi bagaimana bila musim penghujan tiba? Adonan krupuk Alvi tidak dapat kering dengan sempurna. Diperlukan waktu yang lebih untuk proses penjemuran. Hal itu dapat mengulur waktu produksi. Padahal permintaan krupuk terus meningkat.
Hambatan-hambatan itu belum seberapa bila dibandingkan dengan peristiwa yang pahit yang dialami oleh Alvi pada tahun 2008. Saat itu Alvi sudah duduk di bangku SMA. Sudah wajar rasanya bila salah satu pemasaran krupuk tersebut diambil olah para sales. Sales yang datang untuk membeli krupuk Alvi juga tergolong sangat banyak.
Saking seringnya Alvi dan keluarga Alvi bertemu dengan sales-sales tersebut, maka Alvi dan Keluarga Alvi tersebut sudah menganggap sales-sales tersebut seperti saudara sendiri. Tidak ada rasa canggung antara mereka. Kata Alvi, sama-sama cari uang untuk makan. Jadi, kadang-kadang waktu ada sales yang datang kerumah Alvi tersebut juga diajak untuk makan bersama.
Ada salah satu sales yang memang sudah dekat sekali sama Alvi dan keluarga Alvi. Sebut saja namanya X. Sales X tesebut sering curhat sama Alvi dan keluarga Alvi. Dari urusan pribadi sampai yang umum. Pokoknya memang seperti saudara sendiri. Bahkan sudah menjadi kebiasaan sales X tersebut untuk menginap di rumah Alvi. Sales X tersebut memang mengedarkan krupuk buatan Alvi ke lur daerah seperti Tegal dan lain-lain.
Sales X tersebut memang berbeda dari sales yang lain yang lain. Sales tersebut mengambil barang dahulu baru total pembayaran dibelakang. Berkali-kali sudah sales tersebut mengambil barang. Awalnya Alvi dan keluarga Alvi tidak ada rasa curiga. Dengan seringnya sales X tersebut seringnya menginap di rumah Alvi.
Tetapi lama kelamaan, hal yang tidak diinginkan terjadi. Sales tersebut pamit dengan alasan ingin menyetorkan krupuk milik Alvi keluar daerah, dan lagi-lagi sales X tersebut pergi dengan tidak memberikan uang sedikitpun terhadap Alvi. Sekian lama menunggu, ternyata sales X tersebut tidak kembali lagi ke rumah Alvi. Ya, bisa dibilang sales tersebut kabur.
Bila krupuk yang dibawa itu sedikit, mungkin Alvi bisa mengikhlaskannya. Tetapi peristiwa pengambilan krupuk tersebut sudah terjadi selama berbulan-bulan. Krupuk-krupuk yang dibawa juga lumayan banyaknya.Bayangkan saja berapa banyak uang yang dibawa kabur oleh sales X tersebut. Kalau dilihat dari kasus tersebut, pengusaha mana yang tidak bangkrut ?
Hal tersebut yang menjadi faktor satu-satunya kebangkrutan Alvi. Banyaknya modal Alvi yang dibawa kabur oleh Sales yang tidak bertanggung jawab tersebut. Keadaan yang bingung akan mencari modal karena sudah habis, memaksa Alvi untukberhenti dari bisnis krupuk tersebut.
Semuanya memang menjadi kenangan semata. Gudang pembuatan krupuk yang lumayan besar tersebut sekarang hanya menjadi pemandangan kosong. Para pekerja Alvi juga sangat menyayangkan hal tersebut. Semua kerabat Alvi juga sangat geram akan Sales tersebut. Dari pihak Alvi juga sudah mencari jejak Sales tersebut tapi tak berhasil ditemukan. Apa boleh buat, mau tidak mau Alvi harus mencoba mengikhlaskan seluruhnya.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dilalui Alvi sebagai mantan pengusaha krupuk. Sampai suatu saat Alvi mau lulus SMA, dia berpikir untuk meneruskan usaha krupuknya tersebut yang sudah ditinggalkannya selama kurang lebih 2 tahun itu. Dia berpikir sama seperti pikirannya dahulu, bahwa krupuk adalah makanan ringan yang harganya murah dan disukai banyak orang. Apabila kita menjadi pebisnis, juga tak usah malu-malu dengan apa yang kita jual. Percuma saja punya bakat membuat sesuatu yang amazing kalau kita tak punya bakat merketing atau pemasarannya. Begitulah penjelasan Alvi ketika kami mewawancarainya (Faida, 2012).
Dan dia juga berkata bahwa “dia ingin selalu bangkit dari keterpurukan, pantang menyerah walau gagal,,,untuk meraih masa depan”. Kata-kata yang sederhana tetapi penuh makna dan menggambarkan sebuuah ketegaran walaupun dalam keadaan terpuruk sekalipun.
Memang benar, menjadi seorang wiraswasta, harus mempunyai sifat-sifat keberanian, keutamaan, keteladanan dan semangat yang bersumber dari kekuatan sendiri, dari seorang pendekar kemajuan baik dalam kekaryaan pemerintah maupun dalam kegiatan apa saja diluar pemerintah dalam arti posistif yang menjadi pangkal keberhasilan seseorang (Sumahamijaya 1980 : 23).
Alvi mulai bangkit dari kepeterpurukan kebangkrutannya tersebut mulai tahun 2010 itu. Perekrutan pekerja juga dilaksanakan. Untuk kali ini, Alvi sangat serius menangani bisnis ini. ia tak mau bangkrut untuk yang kedua kalinya.
Memang semua musibah ada hikmanya. Kejadian tersebut membuat Alvi sangat memperhatikan usaha krupuknya lebih dalam lagi. Terutama untuk urusan marketingnya, Alvi sangat berhati-hati. Apabila diambil oleh sales, maka wajib untuk membayar dimuka mengingat kejadian suram yang pernah dialaminya dua tahun lalu. Walaupun para sales-sales tersebut sudah dianggap dekat seperti keluarga sendiri, namun Alvi mempunyai prinsip untuk tegas terhadap orang-orang seperti itu.
Selain dipasarkan oleh para sales, Alvi juga ingin turun tangan sendiri memasarakan krupuknya di kampus. Terutama kepada teman-temannya dan kantin di kampusnya. Respon positif yang diterima olehnya. Banyak teman-temannya yang suka terhadap krupuk Alvi, hingga ada beberapa yang memesan khusus padanya. Tak sia-sia Alvi turun tangan sendiri menjual krupuknya kepada teman-temannya.
Belum lagi di krupuk yang dibawa ke kantin kampus Alvi. Krupuk yang dibawanya laris manis dibeli oleh para pengunjung kantin. Kini semuanya memang berbalik 180ยบ. Tak sia-sia Alvi menekuni usahanya lebih dalam lagi. Mungkin karena dulu memang terlalu santai menjalani usaha krupuk ini, sehingga ada sales nakal yang memanfaatkan keadaan tersebut.
Tetapi sekarang, Alvi berhasil menjadi pengusaha muda yang sukses bangkit dari keterpurukan akibat bangkrut. Memang patut diacungi jempol untuk seorang Alvi karena dalam usianya yang begitu masih muda, dia mampu bangkit dari sebuah kebangkrutan. tidak mudah bagi seseorang untuk bangkit begitu saja, apalagi penyebabnya adalah kebangkrutan total. Adanya motivasi dari dalam dirinya yang begitu sangat kuat membuat ia mampu bangkit dengan sendirinya.
Usaha krupuk Alvi juga pernah masuk koran gara-gara semangatnya untuk bangkit dari kebangkrutan tersebut. Memang Alvi bisa menjadi panutan kita semua karena semangatnya tersebut.
Memang menjadi pebisnis yang sukses itu tidak hanya sekali untuk bisa mencapai puncak kariernya. Perlu ada beberapa hambatan yang menjadikan kita untuk lebih mendalami peran kita sebagai pebisnis.
Kalaupun memang ada seorang pebisnis yang menemui hambatannya dan langsung putus asa, dia bukanlah pebisnis yang tangguh. Perlu adanya semangat dan motivasi serta kerja keras yang tinggi yang wajib dipunyai oleh para pebisnis atau seorang wirausaha.




DAFTAR PUSTAKA

Alvin, Akhmad. 2012. Krupuk. Terdapat di : http://akhmadalvin.blogspot.com/2012/06/krupuk.html diunduh pada tanggal 20 juni 2012
Faida, Ery dkk. 2012. Bangkit dari Kebangkrutan. Tidak Diterbitkan
Nitisusastro, Mulyadi. 2009. Kewirausahawan dan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta : CV Alfabeta
Wijandi, Soersasono. 2004. Pengantar Kewirauswastaan. Bogor : Sinar Baru Algesindo
Wikipedia. 2012. Krupuk. Terdapat di : http://jv.wikipedia.org/wiki/Krupuk diunduh pada tanggal 20 Juni 2012